![]() |
Aksi tuntutan demo ojol pada selasa, 20 mei 2025 di mulai siang hari ( foto : Ok Oce News) |
DEPOK, Dirzus Media - Ribuan pengemudi ojek online (ojol) di Jabodetabek menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran hari ini, Selasa (20/5/2025)siang. Aksi ini menyoroti isu krusial terkait sistem kerja aplikator dan kondisi para driver yang dinilai tidak manusiawi. Para pengemudi menuntut perubahan signifikan dan mendesak pemerintah serta perusahaan aplikator untuk segera bertindak.
Demo ojol 20 Mei berlangsung serentak di tiga titik lokasi, diantaranya Patung MH Thamrin, Jakarta pusat, Gedung DPR/MPR RI, dan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pengalihan arus lalu lintas diberlakukan di sekitar lokasi demo. Polisi mengimbau masyarakat agar menghindari area Patung Kuda, DPR, dan Kominfo demi menghindari kepadatan.
Tuntutan Driver Ojol: Keadilan dalam Sistem Kemitraan
Adapun lima tuntutan utama yang mereka suarakan dalam demo kali ini meliputi:
- Kenaikan tarif dasar yang dianggap terlalu rendah dan tidak mencerminkan beban kerja serta biaya operasional pengemudi.
- Pemberlakuan sistem kemitraan yang adil, dengan peninjauan ulang terhadap kebijakan suspend dan putus mitra yang selama ini dianggap sepihak.
- Penghapusan potongan komisi yang mencekik, serta transparansi dalam pembagian pendapatan antara pengemudi dan aplikator.
- Perlindungan hukum dan sosial bagi driver ojol, termasuk jaminan sosial dan asuransi kecelakaan.
- Penolakan terhadap sistem kerja eksploitatif dan tidak manusiawi, serta desakan kepada pemerintah untuk lebih hadir melindungi hak-hak para pekerja digital.
Dampak Sosial Demo Ojol
foto : Shafira cendra Arini/detikcom |
Pihak penyelenggara bahkan memperingatkan driver lain agar tidak beroperasi selama demo berlangsung. Mereka menyebut aksi ini sebagai langkah penting menuju perubahan sistemik di sektor transportasi digital.
Padahal, hal tersebut sangat merugikan beberapa ojok online yang tidak ingin terlibat dalam demo tersebut, Sebagian driver menyatakan bahwa mogok narik justru merugikan mereka secara ekonomi.
Perbedaan sikap di antara pengemudi ini menunjukkan bahwa kompleksitas masalah ojol tidak hanya terletak pada relasi dengan aplikator, tetapi juga pada kondisi ekonomi mikro para pengemudi yang sangat bergantung pada pendapatan harian.
Demo ojol 20 Mei 2025 bukan sekadar aksi massa, melainkan cerminan dari ketimpangan relasi kerja di era digital. Para pengemudi bukan menolak teknologi, tapi menuntut sistem yang lebih adil dan manusiawi. Kini, bola berada di tangan pemerintah dan aplikator: akankah mereka mendengar atau membiarkan konflik ini terus berulang?
Penulis : Gustina Nurma Larasati